Seminggu kemarin aku dipenuhi dengan banyak sekali pikiran-pikiran yang tak karuan karena berbagai hal dan masalah yang ku alami.
Tapi, aku sendiri bingung, kenapa aku merasa seperti itu dan orang-orang juga melihatku sedan berbeban berat. Sebenarnya bukan karena aku ambil bagian dalam kepanitian tapi karena beberapa hal di kampus *tugas dan dosen* yang membuatku bingung dan pusing setengah mati dan keadaan keluargaku dimana omku sedang sekarat.
Aku ga akan cerita tentang masalahku di kampus apalagi soal tugas dan dosen. Biarlah itu menjadi sesuatu yang hanya diriku, Tuhan dan teman-temanku yang tahu.. wkwkwkwkwk... bahasanya berat.
Sedangkan keadaan omku, sungguh... saat aku pertama kali membesuknya senin minggu lalu, aku dengan yakin mengatakan satu hal untuk kedua orangtuaku saat mereka menelepon, "Pa But, baik-baik saja. Dia pasti sembuh.", aku mengatakannya bukan begitu saja tapi dengan iman yang sungguh kalau wakil sosok papa di Jakarta untuk ku ini akan sadar dan sembuh dari sakitnya. Hari Kamisnya aku kembali lagi, kali ini aku berdiri di sampingnya dengan 2 orang anaknya yang lain dan tanteku. Pa But sempat melihatku dengan matanya yang sayu karena pengaruh obat. Sungguh, imanku hilang entah kemana, menguap dan terbang hilang tak berbekas. Aku sudah tidak yakin dia bisa sembuh. Aku keluar dan menutup mukaku dengan bantal dan mendengarkan lagu rohani melalui handphoneku... aku menangis. Sungguh! aku tidak kuat kali ini, aku tidak punya iman kalau Pa But bakal sembuh.
Aku pulang, dan itu menjadi beban pikiranku. Dan kali ini aku tidak berdoa seperti biasanya "Tuhan, biarkan Pa But sembuh dari sakitnya." tapi aku berdoa, "Tuhan, biarlah kehendakMu yang jadi, aku tahu rencana-Mu indah." Berat mengatakannya saat hati ku tak bisa terima dengan segala keadaan yang tak terbayangkan, namun itu yang harus ku lakukan. Aku sempat dibayangi dengan kata-kata mujizat namun aku menepisnya karena... mujizat terjadi bukan hanya saat orang sakit dapat disembuhkan tapi juga saat aku bisa bernafas hingga detik ini. Yah... aku bergantung pada keputusan final Tuhan, aku hanya bertugas berdoa meminta Tuhan melakukan yang terbaik menurutNya.
Sabtu pagi, tepat pukul 4.00 di wekerku, aku terbangung dengan sikap langsung duduk dan beberapa detik kemudian aku kebingungan dengan sikap dudukku yang tidak seperti biasanya. Dan tidak berapa lama, handphoneku bergetar di atas tuts hitam-putih orjenku. Madre calling. Pa But meninggal. Tahu apa reaksiku? tenang. Aku tahu itu rencana terindah Tuhan buat Pa But. Aku menelepon ke rumah sakit namun berita yang ku dapat berbeda, dokter sedang berusaha. Aku mematikan handphone, dan langsung berlutut di lantai, berdoa.. "Tuhan, aku bingung, sungguh. Biarlah kehendak Bapa yang jadi, bukan kehendakku. Amin.", aku menelepon kembali dan jawaban dari sepupuku, Pa But telah pergi. Sungguh, aku menerima dengan hati yang lapang.
Jam 11.00 aku menuju rumah duka Cikini. Aku melihat sosok yang terbujur kaku tak bernyawa yang sangat familiar itu. Yah, sosok yang selalu aku minta dukungan doa, yang mendoakanku di saat aku ketakutan memasuki sekolah baru di Jakarta, yang mendoakanku saat aku merasa tidak mampu dalam perkuliahan, sosok yang selalu tersenyum untukku dan terkadang memanjakanku, sosok ayah saat aku jauh dari padre. Sungguh aku kehilangan sosok itu. Tapi, sekali lagi, ini rencana terindah Tuhan. Beberapa kali aku diam, berpikir dan menahan tangis. Namun, akhirnya dinding pertahananku tak kuat, hancur sudah. Aku tak kuat lagi. Kamera di tanganku seakan hilang kendali karena tangisku yang tak terbendung membuat seluruh tubuhku bergetar dan lemah. Dan saat yang terlihat hanya tanah, aku mengucap syukur. Pa But sakit di hari minggu saat beliau melayani di gereja dengan jas lengkap dan dasi dan Pa But dimakamkan hari minggu saat dimana beliau seharusnya membagikan anggur dan roti di gereja dengan kemeja, jas dan dasi yang sama.
Pa But sudah menyelesaikan tugasnya. Melakukan apa yangg diinginkan oleh oma dan opa sejak kecil bagi dirinya, menjadi pelayan Tuhan dan dia di panggil saat dimana dia melayani Tuhan.
Tuhan, sekali lagi... terima kasih untuk rancangan terindah yang kau berikan dalam keluargaku.
Thank's God...
:)
Tapi, aku sendiri bingung, kenapa aku merasa seperti itu dan orang-orang juga melihatku sedan berbeban berat. Sebenarnya bukan karena aku ambil bagian dalam kepanitian tapi karena beberapa hal di kampus *tugas dan dosen* yang membuatku bingung dan pusing setengah mati dan keadaan keluargaku dimana omku sedang sekarat.
Aku ga akan cerita tentang masalahku di kampus apalagi soal tugas dan dosen. Biarlah itu menjadi sesuatu yang hanya diriku, Tuhan dan teman-temanku yang tahu.. wkwkwkwkwk... bahasanya berat.
Sedangkan keadaan omku, sungguh... saat aku pertama kali membesuknya senin minggu lalu, aku dengan yakin mengatakan satu hal untuk kedua orangtuaku saat mereka menelepon, "Pa But, baik-baik saja. Dia pasti sembuh.", aku mengatakannya bukan begitu saja tapi dengan iman yang sungguh kalau wakil sosok papa di Jakarta untuk ku ini akan sadar dan sembuh dari sakitnya. Hari Kamisnya aku kembali lagi, kali ini aku berdiri di sampingnya dengan 2 orang anaknya yang lain dan tanteku. Pa But sempat melihatku dengan matanya yang sayu karena pengaruh obat. Sungguh, imanku hilang entah kemana, menguap dan terbang hilang tak berbekas. Aku sudah tidak yakin dia bisa sembuh. Aku keluar dan menutup mukaku dengan bantal dan mendengarkan lagu rohani melalui handphoneku... aku menangis. Sungguh! aku tidak kuat kali ini, aku tidak punya iman kalau Pa But bakal sembuh.
Aku pulang, dan itu menjadi beban pikiranku. Dan kali ini aku tidak berdoa seperti biasanya "Tuhan, biarkan Pa But sembuh dari sakitnya." tapi aku berdoa, "Tuhan, biarlah kehendakMu yang jadi, aku tahu rencana-Mu indah." Berat mengatakannya saat hati ku tak bisa terima dengan segala keadaan yang tak terbayangkan, namun itu yang harus ku lakukan. Aku sempat dibayangi dengan kata-kata mujizat namun aku menepisnya karena... mujizat terjadi bukan hanya saat orang sakit dapat disembuhkan tapi juga saat aku bisa bernafas hingga detik ini. Yah... aku bergantung pada keputusan final Tuhan, aku hanya bertugas berdoa meminta Tuhan melakukan yang terbaik menurutNya.
Sabtu pagi, tepat pukul 4.00 di wekerku, aku terbangung dengan sikap langsung duduk dan beberapa detik kemudian aku kebingungan dengan sikap dudukku yang tidak seperti biasanya. Dan tidak berapa lama, handphoneku bergetar di atas tuts hitam-putih orjenku. Madre calling. Pa But meninggal. Tahu apa reaksiku? tenang. Aku tahu itu rencana terindah Tuhan buat Pa But. Aku menelepon ke rumah sakit namun berita yang ku dapat berbeda, dokter sedang berusaha. Aku mematikan handphone, dan langsung berlutut di lantai, berdoa.. "Tuhan, aku bingung, sungguh. Biarlah kehendak Bapa yang jadi, bukan kehendakku. Amin.", aku menelepon kembali dan jawaban dari sepupuku, Pa But telah pergi. Sungguh, aku menerima dengan hati yang lapang.
Jam 11.00 aku menuju rumah duka Cikini. Aku melihat sosok yang terbujur kaku tak bernyawa yang sangat familiar itu. Yah, sosok yang selalu aku minta dukungan doa, yang mendoakanku di saat aku ketakutan memasuki sekolah baru di Jakarta, yang mendoakanku saat aku merasa tidak mampu dalam perkuliahan, sosok yang selalu tersenyum untukku dan terkadang memanjakanku, sosok ayah saat aku jauh dari padre. Sungguh aku kehilangan sosok itu. Tapi, sekali lagi, ini rencana terindah Tuhan. Beberapa kali aku diam, berpikir dan menahan tangis. Namun, akhirnya dinding pertahananku tak kuat, hancur sudah. Aku tak kuat lagi. Kamera di tanganku seakan hilang kendali karena tangisku yang tak terbendung membuat seluruh tubuhku bergetar dan lemah. Dan saat yang terlihat hanya tanah, aku mengucap syukur. Pa But sakit di hari minggu saat beliau melayani di gereja dengan jas lengkap dan dasi dan Pa But dimakamkan hari minggu saat dimana beliau seharusnya membagikan anggur dan roti di gereja dengan kemeja, jas dan dasi yang sama.
Pa But sudah menyelesaikan tugasnya. Melakukan apa yangg diinginkan oleh oma dan opa sejak kecil bagi dirinya, menjadi pelayan Tuhan dan dia di panggil saat dimana dia melayani Tuhan.
Tuhan, sekali lagi... terima kasih untuk rancangan terindah yang kau berikan dalam keluargaku.
Thank's God...
:)
For MeLiCoT